Perubahan Paradigma Berfikir
Masyarakat dan Pengaruhnya Pada Dunia Pewayangan
1.Pendahuluan
Bukan suatu
hal yang mudah bagi penulis untuk memaparkan mengenai dunia pedalangan dan
pewayangan pada umumnya, dengan berbagai macam problematikanya. Itu disebabkan
kerena penulis baru sedikit sekali berkecimpung dalam dunia pedalangan dan
pewayangan. Kalau bisa diibaratkan, penulis hendak berenang di lautan, tetapi
penulis masih berada dipinggiran pantai dan baru terciprati oleh air laut yang
terhempas angin. Tetapi dengan sedikit pengetahuan yang penulis miliki, penulis
berusaha menggali dunia pedalangan dan pewayangan dengan berbagai
problematikanya.
2.Sejarah Wayang
Pertunjukan
Wayang di perkirakan sudah ada sejak zaman Jawa kuno (tahun 908), yaitu pada
masa pemerintahan Raja Dyah Balitung dari kerajaan Mataram kuno. Mengenai
pertunjukan itu tersurat dalam prasasti Wukajana sebagai berikut :
“hinyunaken tontonan mamidu sang
tangkil hyang sinalu macarita bhima kumara mangigel kicaka si jaluk macarita
ramayan mamirus mabanyol si mungmuk si galigi mawayang buat hyang macarita ya
kumara ...”.
“diadakan
pertunjukan, yaitu menyanyi(nembang) oleh Sang Tangkil Hyang Sinalu bercerita
Bhima Kumara dan menarikan Kincaka. Si Galigi memainkan wayang untuk
Hyang(arwah nenek moyang) dengan cerita (Bhima) Kumara”.
Dari
Prasasti Wukajana tersebut, setidaknya kita bisa mengambil beberapa poin. Yang
pertama, bahwa pertunjukan wayang sudah ada sejak zaman Mataram kuno pada abad
ke-9M, dengan bukti tersurat dalam prasasti tersebut. Meskin dalam prasasti
tersebut tidak disebutkan secara jelas seperti apa model pertunjukan wayangnya.
Yang kedua, isi cerita dari pertunjukan wayang adalah mengisahkan Bhima kumara
yang berasal dari epos Mahabarata. Yang ketiga, bahwa tujuan diadakannya
pertunjukan wayang adalah sebagai persembahan kepada Hyang. Dan yang terahir,
pada masa itu pertunjukan wayang juga sudah dibarengi dengan nyanyian dan
tari-tarian. Masih ada bebrapa prasasti yang memuat sejarah pertunjukan wayang
yang tidak penulis lampirkan disini.
Dari rentang
masa perkembangan Wayang yang begitu panjang, dari zaman dahulu hingga masa
modrn seperti sekarang ini, tentunya wayang telah mengalami banyak perubahan,
baik dari segi setting pertunjukannya, tujuan pertunjukan dan lain sebagainya,
karena berbagai macam faktor. Apalagi ditambah dengan masuknya berbagai budaya
baik dari Asia dan budaya Islam maupun Budaya Barat dan perubahan sosiopolitik
dengan datangnya penjajah, era kemerdekaan, era orba dan era reformasi tentu
sangat berpengaruh pada perkembangan wayang.
3.Pengertian Paradigma Dan
Pengaruhnya Terhadap Dunia Pewayang
Apa itu
paradigma ? Secara singkat, paradigma adalah kumpulan tata nialai yang
membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan
membentuk citra subyektif seseorang –mengenai realita-dan ahirnya akan menentukan
manusia menaggapi realita itu. Perubahan paradigma berfikir secara radikal
dapat menyebabkan hilangnya jati diri suatu Bangsa, dan terjebak pada pencarian
jati diri yang baru.
Wayang yang
masih tetap eksis pada masa sekarang ini hanya wayang kulit/golek dengan cerita
Ramayana dan Mahabarata. Wayang ini masih bisa terus bertahan karena mempunyai
cerita maupun setting pagelaran yang paling menarik dan lebih familiar dalam
masyarakat. Disamping itu, wayang ini juga lebih bisa menyesuaikan dengan
perkembangan zaman. Dan yang paling jelas tidak terjadi keterputusan regenerasi
pada dalang wayang tersebut.
Ada banyak orang
yang mengatakan bahwa sekarang ini pertunjukan wayang mulai langka, tetapi
berdasarkan pengamatan penulis justru sebaliknya. Saudara-saudara bisa melihat
jadwal pertunjukan wayang di seluruh tanah air pada grup facebook Pagelaran
Wayang Kulit yang begitu padat. Bahkan pertunjukan wayang sekarang sudah
mendunia, apalagi semenjak wayang diakui oleh unesco sebagai warisa Budaya
Dunia pada tahun 2003 silam. Bahkan sekarang ada wadah organisasi Dalang yang
dikenal dengan nama PEPADI(Perkumpulan Para Dalang Indonesia), yang mewadai
seluruh Dalang secara Nasional dan disetiap Daerah ada cabangnya. Belakangan
ini juga ada lembaga-lembaga maupun yayasan yang khusus menseponsori
pertunjukan wayang dan pelestariannya. Jadi berdasarkan pengamatan penulis,
pertunjukan wayang secara kuantitas masih tetap eksis dan pada setting
pertunjukannya bahkan semakin sempurna dengan bantuan tekhnologi masakini.
Terus apa
yang membedakan pagelaran masa lalu dengan masa kini?. Pada zaman dahulu, dari
segi kuantitas baik setting mataupun model pementasan pagelaran wayang sangat
sederhana dibandingkan dengan masa sekarang ini. Tetapi secara kualitas
pagelaran wayang pada masa lalu lebih hidup. Itu disebabkan karena wayang pada
zaman dahulu bukan hanya sekedar
tontonan, tetapi sekaligus menjadi tuntunan. Berbeda dengan sekarang,
wayang hanya sekedar tontonan. Sebenarnya
kalu ingin mempelajari tentang kebudayaan masyarakat jawa masa lalu, cukup
lewat cerita-cerita wayang, karena cerita-cerita wayang, pada zaman dahulu oleh
masyarakat jawa diresapi dan direpresentasikan pada kehidupan sehari-hari.
Orang zaman dahulu mempunyai sudutpandang bahwa cerita wayang mempunyai nilai
yang tinggi, sehingga masyarakat menghargai lakon-lakon wayang dan
menjadikannya tuntunan. Sedangkan di masa generasi sekarang, mereka mempunyai
sudut pandang yang berbeda, mereka menganggap cerita-cerita wayang hanya sebagai
tontonan beaka, sehingga mereka menilai
cerita wayang hanya biasa saja dan tidak berbeda dengan cerita-cerita lainnya,
sehingga mereka kurang menghargai dengan cerita-cerita wayang.
Telah
terjadi perubahan pola pikir pada generasi masakini yang merupakan audiens dari
pertunjukan wayang seperti yang sudah dipaparkan diatas. Tetapi perubahan pola pikir
ini ternyata tidak hanya terjadi pada lingkingan masyarakat yang sebagai
audiens, tetapi terjadi pada para dalang sebagai pelaku aktif dari pertunjukan
wayang. Pada zaman dahulu darma seorang dalang adalah untuk meruat dan
memberikan ajaran budi pekerti luhur lewat wejangan-wejangan yang di selipkan
pada cerita yang dipentaskan. Para dalang zaman dahulu/dalang sepuh lebih
mengutamakan kualitas dari isi cerita yang dipentaskannya. Sedangkan pada
belakangan ini, banyak dalang yang mengedepankan hiburan, seperti
campursari(biasanya pada adegan limbukan) dibanding kualitas isi cerita. Bahkan
terkadang ada pemnggalan cerita, ini tentu bukan hanya merubah pakem, tetapi
juga merubah makna filosofi cerita yang dipentaskannya, sehingga orang yang
menontonnya akan merasa garing.
Salah satu
yang bisa mengancam langkanya pertunjukan wayang adalah mahalnya pertunjukan
wayang. Ada dalang yang sekali pentas meminta honor 60-100juta, tentu ini bukan
nilai nominal yang kecil. Hal seperti ini nampaknya hanya sesuatu yang
sederhana, tetapi bisa berdampak besar.
4. Kesimpulan
Faktor yang
mempengaruhi semakin tenggelamnya Budaya warisan masalalu/nenek moyang dalam
suatu kelompok masyarakat adalah karena terjadi perubahan paradigma berfikir
masyarakat tersebut, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salahsatunya karena
faktor globalisasi.
Wayang
sebagai salah satu warisan budaya yang adiluhung juga mengalami perubahan baik
fungsi maupun nilainya ditengah-tengah masyarakat. Wayang akan hilang dari
tengah-tengah masyarkat jika masyarakat
sudah tidak membutuhkan wayang lagi. Akan tetapi, selagi masyarakat masih
membutuhkan wayang, entah itu sebagai tontonan, tuntunan ataupun penghasil
ekonomi maka wayang akan tetap ada di
tengah-tengah masyarakat. Fungsi dan nilai wayang akan terus mengalami
perubahan sesuai dengan berubahnya pola pikir masyarakat pelaku wayang(orang
jawa).
Perubahan
paradigma berfikir adalah suatu kewajaran, tetapi perubahan paradigma berfikir
secara radikal akan menghilangkan jati diri suatu bangsa, dan menyebabkan
terjebak dalam pencarian jatidiri yang baru.
Daftar pustaka
S.Haryanto.1988.Pratiwimbo Adiluhung.Penerbit Djambatan
Berita
Nasional. “Pengertian Paradigma”. Diakses dari Pitcing.blogspot.com pada 13
januari 2013
Wahana,
Paulus.2004.Nilai Etika Aksiologis Max
Scheler.Yogyakarta: Kanisius
Perubahan Paradigma
Berfikir Masyarakat dan Pengaruhnya pada Dunia Wayang
Oleh :
Muh.Luthfi alfirdaus
NIM: 1210112016
Jurusan Pedalangan
Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia
2012-2013